Kelahiran seorang bayi adalah satu anugrah dan semua orang menyambutnya dengan senyum dalam tangisan bayi dan jerit sakit bahagia si ibu ketika melahirkan, semua bahagia, semua kerabat berucap selamat, anugrah itu sudah sewajarnya untuk disyukuri ketika kelahiran itu direncanakan dengan spacing yang tepat dan jumlah anak yang ideal, sebaliknya bila kelahiran itu terlalu sering maka akan dianggap hal yang biasa, jumlah anak dianggap sebagai takdir, resiko melahirkan karena usia dan sering melahirkan tak terpikirkan, proses melahirkan hanya bersandar dari Askeskin, SKTM, atau dengan PKH, kondisi tersebut dapat menimbulkan permasalahan sosial, beban bagi dirinya dan tentu bagi pemerintah.
Dengan seringnya melahirkan, setiap kelahiran akan menjadi resiko tinggi dan kecenderungannya berakibat pada kematian bayi dan ibu pun cukup tinggi, meraka tidak menyadari akan akibatnya, mereka hanya beranggapan bahwa, tidak semata-mata Tuhan menurunkan umatnya kemuka bumi kecuali dengan rizkinya, bagi kaum konservatif melahirkan pomeo “banyak anak banyak rizki”, anggapan yang tidak logis, karena tidak semua anugrah Tuhan berikan kecuali dengan usahanya, dan mereka tidak berfikir bahwa setiap lahir seorang bayi akan diikuti dengan berbagai persoalan yang harus dihadapi, mulai dari kesehatannya sampai pada pendidikannya itu satu realita yang tidak bisa dihindari, bagaimana asupan gizinya juga bagaimana membentuk karakter sejak dini untuk menjadi sumber daya manusia yang potensial.
Anggapan tersebut juga dipengaruhi oleh cara pandang terhadap anak, mereka memandang anak sebagai investasi, sumber daya tenaga kerja dan memiliki nilai sebagai jaminan masa tua, menyebabkan pola berpikir bagaimana memilki anak yang banyak, mereka berpikir secara ekonomi akan sangat menguntungkan karena dapat membantu penghidupan keluarganya tanpa berpikir kualitas, dengan harapan anak mampu membantu orang tuanya dan mampu mengalirkan uang, cara pandang tersebut jauh beda dengan di negara yang sudah maju memandang mempunyai anak merupakan biaya tinggi, pengurusan sejak dalam kandungan, pengasuhan, kesehatan, pendidikan semua itu memerlukan biaya yang tidak sedikit, karenanya memiliki anak harus direncanakan, dan mereka memandang anak sebagai penerus keluarga dan harus berkualitas,
Jumlah penduduk yang tidak terkendali jelas akan mempengaruhi upaya peningkatan kesejahteraan, atau yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat ukur untuk melihat keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, karena penduduk sebagai pembagi; pemerataan kesejahteraan akan dipengaruhi oleh faktor pembaginya, yaitu penduduk, demikian halnya menghitung derajat kesehatan masyarakat, Rata2 Lama Sekolah (RLS), Pendapatan Domestik Rata-rata Brotu (PDRB) dan daya beli masyarakat akan dihitung dengan jumlah penduduk, maka entry point akselerasi IPM adalah sejauhmana kita mampu mengelola penduduk, mulai dari pengendalian jumlah penduduk sampai pada pemberdayaan penduduk.
Ketika jumlah penduduk jadi persoalan, maka pengendalian penduduk melalui program KB-nya harus menjadi pilihan sebagai program strategis, dukungan politis dan komitmen yang kuat dari stakeholder akan sangat berarti bagi suksesnya program KB, kalau mungkin tidak ada salahnya kita mengevaluasi program bantuan persalinan bagi keluarga miskin seperti Askeskin, SKTM, dan Program Keluarga Harapan (PKH) misalnya dengan membatasi hanya diberikan pada persalinan anak ke 2, semua harus sepakat bahwa KB memang perlu dengan mengadvokasi semua keluarga menjadi peserta KB dan membentuk keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera adalah suatu keharusan, kalau sudah demikian maka peningkatan IPM bukan hanya mungkin tapi akan menjadi kenyataan
Mau berlangganan artikel gratis ?, masukan saja emailnya di kotak sidebar yg telah disediakan
Postingannya mantaap nih... thanks
tetep posting terbaru tentang sejarah kuninngan gk muncul juga, hanya ada didafta isi